GaplekNews - Aplikasi PicMix, yang sudah diunduh lebih dari 23 juta orang dari berbagai platform itu, buatan orang Indonesia. Calvin Kizana (40) adalah sosok yang mewujudkan PicMix, aplikasi fotografi pada perangkat bergerak (mobile gadget).
”Saya kesal, kok orang tak percaya dan meremehkan kemampuan orang Indonesia membuat aplikasi? Di sisi lain senang karena aplikasi yang saya buat sejajar dengan aplikasi buatan orang asing,” kata Calvin di Jakarta, akhir September lalu.
Selama 12 tahun dia memimpin perusahaan jasa teknologi informasi (TI). Dia membuatkan peranti lunak, aplikasi, dan permainan untuk siapa saja yang meminta. Dia membuatkan produk TI untuk orang lain.
Sampai suatu hari dia merenung. ”Ada rasa kesal. Selama ini saya membuatkan produk orang lain dan sukses. Mengapa saya tak membuat produk sendiri yang juga sukses?”
Dia lalu membuat aplikasi produk sendiri. Setelah melihat tren pasar, dia memutuskan membuat aplikasi fotografi karena kamera sudah menjadi bagian dari telepon seluler (ponsel). Dia melihat sinergi ponsel dan kamera tak terelakkan.
”Saya melihat aplikasi Instagram yang sukses. Padahal, itu hanya aplikasi foto, yang tak sulit membuatnya. Instagram sukses karena ini aplikasi pertama dalam fotografi,” katanya.
Setelah ngobrol dengan tujuh temannya yang juga bergerak di bidang TI, yakni Sandy Colondam, Revie Pitono, Vinsen Mego, Yogi, Roberto, Christian, dan Nico, dia lalu membuat aplikasi PicMix.
Sejuta pengguna
Aplikasi PicMix mirip Instagram. Ketika diciptakan tahun 2012, aplikasi PicMix muncul pada platform sistem operasi Blackberry. ”Kami seolah menjadi raja di kolam kecil.”
Dalam dua bulan, PicMix menggaet sejuta pengguna di dunia. ”Ini membuat kami terkejut. Angka satu juta pengguna itu bukan hanya dari Indonesia,” lanjutnya.
Melihat respons positif pengguna gawai (gadget), Calvin pun menganggap proyek PicMix harus serius ditekuni. Dia dan kawan-kawan lalu membuat aplikasi PicMix yang lebih canggih dan kaya fitur.
Kelebihan PicMix adalah kemampuannya menggabungkan foto atau kolase foto. Setelah pengguna gawai mengambil foto, lalu menggabungkan foto-fotonya, mereka bisa memilih frame dengan berbagai tema, mulai Valentine sampai hari raya. Mereka juga bisa menambahkan teks dalam foto.
”PicMix itu semacam mobile photography gado-gado. Semua yang dibutuhkan orang ada dalam aplikasi ini. Daripada pengguna gawai mengunduh berbagai aplikasi fotografi, lebih baik mengunduh satu aplikasi yang semuanya ada,” kata Calvin.
Setelah dua tahun, pada 2014 PicMix memiliki 23 juta pengguna di dunia. Calvin sempat kaget karena pengunduh aplikasi PicMix berasal dari banyak negara. Jumlah pengunduh dari Indonesia 8 juta (35 persen), Afrika Selatan 13 persen, Venezuela 13 persen, Nigeria 8 persen, dan Timur Tengah 6 persen. Selebihnya negara-negara di Eropa dan Asia.
Pertumbuhan jumlah pengguna PicMix itu mengejutkan karena mereka tak memasang iklan. ”Kami tak mengeluarkan biaya satu sen pun, zero marketing.”
Dia meyakini ampuhnya pemasaran dari mulut ke mulut. ”Kalau produk kita disukai dan bermanfaat, pengguna aplikasi akan merekomendasikan kepada temannya,” ujarnya.
PicMix pun bekerja sama dengan Kodak. Melalui PicMix, pengguna gawai dengan sistem operasi Android bisa mencetak foto-foto mereka di gerai Kodak. Kerja sama ini baru berlaku di Amerika Serikat (AS). Pengguna dengan cepat mengetahui lokasi mereka berada dan lokasi terdekat gerai Kodak.
Model bisnis
Bagaimana PicMix menghasilkan uang? Ada dua cara: business to customer (B2C) dan business to business (B2B). Dalam B2C, PicMix menjual stiker, frame, dan filter foto kepada pengguna. Jika menginginkan produk premium dan bermerek seperti Hello Kitty atau Spongebob, pengguna harus membayar.
PicMix banyak bekerja sama dengan pemilik merek dan agensi. PicMix bekerja sama dengan 55 merek dalam bentuk kontes foto, antara lain kontes foto selfie.
Memiliki pengguna 8 juta di Indonesia, PicMix menjadi target pasar untuk mempromosikan merek. Pemilik produk menilai PicMix cocok sebagai tempat promosi.
PicMix mengandalkan kelebihannya, yakni frame dan stiker. PicMix membuatkan frame dan stiker sesuai produk yang dipromosikan. ”Salah satu syarat kontestan ikut kontes foto adalah menggunakan frame dan stiker merek produk.”
Syarat lainnya, kontestan menjadi pengikut (follower) akun Twitter perusahaan yang mengeluarkan produk itu, juga menconteng tanda ”like” (suka) di akun Fan Page Facebook perusahaan itu.
”Kalau perusahaan ingin menaikkan jumlah ’like’ dalam akun Fan Page Facebook dan jumlah pengikut akun Twitter-nya, PicMix bisa melakukan. Kami menjadikan itu sebagai syarat kontestan,” ujarnya.
PicMix juga melakukan profiling engine. Saat kontes foto berlangsung, pemilik merek bisa membuat kuesioner untuk peserta. Data peserta umumnya akurat. Peserta jarang memberikan data palsu karena mengincar hadiah, seperti gawai, uang tabungan, dan voucer. Peserta juga tak dipungut biaya.
”Model bisnis B2B banyak menyumbang pendapatan, sedangkan B2C tak terlalu diminati karena pengguna gawai umumnya mencari yang gratis,” katanya.
Jumlah pengguna baru PicMix setiap hari bertambah sekitar 20.000 orang. ”Saya akan fokus mengembangkan PicMix menjadi produk hebat dari Indonesia,” kata Calvin.
”Saya yakin Indonesia bisa. Kalau saya dan teman-teman bisa bikin PicMix go global, saya yakin banyak orang Indonesia juga bisa melakukan hal serupa,” lanjutnya.
Kuliah dan kerja
Sejak di bangku SMA Pusaka Abadi, Teluk Gong, Jakarta Utara, Calvin suka mengutak-atik komputer. Selulus SMA tahun 1991, dia harus bekerja kalau ingin kuliah karena orangtuanya tak mampu.
Dia lalu bekerja merakit komputer, peranti lunak, dan melatih mereka yang membutuhkan. Malam hari dia mengikuti kuliah di Universitas Bina Nusantara, Jakarta. ”Saya sering tertidur di ruang kuliah,” kata mahasiswa Binus angkatan 1991 ini.
Dia pernah bekerja di beberapa perusahaan, termasuk Apple Indonesia. Dia bercita-cita kuliah di luar negeri dan memperdalam TI. Selulus kuliah, Calvin bekerja di beberapa perusahaan di Singapura dan AS.
Setelah peristiwa 11 September 2001 di AS, Calvin kembali ke Tanah Air. Dia mendirikan perusahaan TI bernama Elasitas. ”Karyawan kami orang Indonesia, biaya produksi pun lebih murah. Saya mendapat order dari Amerika dengan bayaran dollar (AS), tetapi pengeluarannya rupiah.”
Untuk mengembangkan PicMix, dia memilih Yogyakarta sebagai tempat riset dan Jakarta untuk bisnis. ”Anak muda (Indonesia) itu kreatif, pemerintah harus bisa menjaga agar talenta-talenta muda itu tidak kabur ke luar negeri,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar